Saya yakin bahwa anda bukan saja sekedar pernah mendengar sebutan atau istilah “perjanjian pra-nikah” (prenuptial agreement) tapi juga sudah sangat familiar dengan sebutan atau istilah tersebut. Bahkan, mungkin saja telah pernah membuat perjanjian tersebut untuk perkawinan anda dan pasangan anda.
Secara awam, perjanjian pra-nikah dipahami sebagai
perjanjian yang dibuat atau diajukan sebelum perkawinan. Seperti itulah paradigma
yang terbentuk di masyarakat kita selama ini.
Pertanyaannya, masih dapatkah perjanjian
perkawinan dipersamakan pula pengertiannya sebagai perjanjian pra-nikah pasca
putusan MK Nomor: 69/PUU-XIII/2015..??
Baca juga artikel “Putusan Mahkamah Konstitusi TerhadapPerjanjian Perkawinan Yang Patut Anda Simak”.
Putusan MK Nomor: 69/PUU-XIII/2015 telah memperluas
pemaknaan atas Pasal 29 ayat (1), ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor1
Tahun 1974 (UU Perkawinan). Jika sebelumnya pembuatan atau pengajuan perjanjian
perkawinan dibatasi hanya pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan.
Kini, telah diperluas pemaknaannya menjadi bisa pula diajukan selama dalam
perkawinan.
Pasangan suami isteri, yang sebelumnya, pada
waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, tidak atau belum pernah membuat
atau mengajukan perjanjian perkawinan, kini pasca putusan MK tersebut dapat membuat
atau mengajukan perjanjian perkawinan selama dalam perkawinan mereka, jika itu memang
mereka kehendaki. Singkatnya, perjanjian perkawinan pasca putusan MK dapat
dibuat atau diajukan kapan saja (pada waktu atau sebelum perkawinan
dilangsungkan atau selama dalam perkawinan).
Baca juga artikel “Dapat Diajukannya Perjanjian Perkawinan
Selama Dalam Perkawinan Pasca Putusan MK, Munculkan Polemik Hukum..??” Bagian-1 / Bagian-2
Bukan hanya itu, pasca putusan MK tersebut, telah
pula memunculkan sebutan atau istilah baru selain perjanjian pra-nikah, yakni
perjanjian perkawinan selama dalam perkawinan (postnuptial agreement). Dengan demikian,
perjanjian perkawinan tidak lagi mengandung pengertian tunggal, yakni hanya mengenai
perjanjian pra-nikah saja.
Itu berarti, untuk selanjutnya perjanjian perkawinan tidak lagi dapat dipersamakan pengertiannya sebagai perjanjian pra-nikah. Sebaliknya, perjanjian pra-nikah pun tidak dapat dipergunakan mewakili pengertian perjanjian perkawinan, karena dapat menimbulkan salah kaprah, dimana perjanjian perkawinan yang dibuat atau diajukan selama dalam perkawinan masuk pula dalam pengertian perjanjian pra-nikah.
Itu berarti, untuk selanjutnya perjanjian perkawinan tidak lagi dapat dipersamakan pengertiannya sebagai perjanjian pra-nikah. Sebaliknya, perjanjian pra-nikah pun tidak dapat dipergunakan mewakili pengertian perjanjian perkawinan, karena dapat menimbulkan salah kaprah, dimana perjanjian perkawinan yang dibuat atau diajukan selama dalam perkawinan masuk pula dalam pengertian perjanjian pra-nikah.
Sumber/pustaka :
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
- Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69 Tahun 2015.
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih telah berkunjung dan membaca artikel kami...
Setiap komentar akan dimoderasi terlebih dahulu. Jadi, mohon sampaikan komentar sesuai dengan judul dan konten artikel, santun, tidak mengandung SARA, bukan iklan, dan tanpa SPAM.
Salam sukses selalu untuk anda..!!