Dapat Diajukannya Perjanjian Perkawinan Selama dalam Perkawinan Pasca Putusan MK, Munculkan Polemik Hukum..?? (Bagian-2)


Menurut penulis, perluasan pemaknaan terhadap Pasal 29 ayat (1) UU Perkawinan menjadi “...atau selama dalam perkawinan..” ibarat air bah yang yang membobol tembok bendungan yang sangat kokoh dan kuat sekali pun. Doktrin yang terbentuk selama ini, bahwa pembagian dan pemisahan harta tidak dapat dilakukan atas persetujuan bersama terkait dengan pemilikan bersama yang terikat, menjadi dikesampingkan dan/atau ter-revisi dengan adanya perluasan pemaknaan terhadap Pasal 29 ayat (1) UU Perkawinan.

Adanya perluasan pemaknaan terhadap Pasal 29 ayat (1) UU Perkawinan mengakibatkan pembagian dan pemisahan harta dari yang sebelumnya tidak dapat dilakukan atas persetujuan bersama terkait dengan pemilikan bersama yang terikat menjadi dapat dilakukan karena adanya alasan bersama untuk melakukannya. Dengan kata lain, berakhirnya pemilikan bersama yang terikat tidak lagi baru dapat berakhir hanya dengan alasan karena meninggalnya suami atau isteri atau perceraian suami atau isteri, tapi juga dapat berakhir dengan alasan karena persetujuan bersama (perjanjian perkawinan).

Lalu, bagaimana seharusnya..?? Diperlukan kecermatan dalam menentukan pembagian dan pemisahan harta yang dikehendaki, terlebih apabila hal tersebut berdampak merugikan kepentingan pihak ketiga yang beritikad baik.

Menanggapi polemik hukum tersebut, penulis sependapat dengan Dr. Herlien Budiono, S.H. Tidak masalah jika mengenai mulai berlakunya perjanjian perkawinan, oleh suami isteri hendak ditentukan terhitung sejak perkawinan berlangsung. Namun, atas persatuan/percampuran harta yang terjadi selama dalam perkawinan sebelum perjanjian perkawinan dibuat, sebaiknya memang tetap menjadi harta bersama, sebagaimana Pasal 35 ayat (1) UU Perkawinan. Hanya terhadap harta benda yang diperoleh sejak perjanjian perkawinan dibuat saja terjadi pisah harta.

Singkatnya, menurut penulis, “terhadap apa yang sudah ada, biarlah tetap sebagaimana adanya” dalam ruangnya terdahulu. Yang kemudian akan ada itulah, yang perlu dirancang dengan baik sesuai ruangnya masing-masing.

Semoga bermanfaat.

Kembali ke bagian-1,... klik DISINI.


Sumber/pustaka:
  • Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
  • Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 69 Tahun 2015.
  • Dr. Herlien Budiono, S.H., Perjanjian Perkawinan Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69 Tahun 2015 dan Permasalahannya, Makalah Kuliah Umum, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945, Semarang, 27 Mei 2017.
Gambar : https://pixabay.com

Silahkan baca juga..



0 komentar:

Posting Komentar

Terima kasih telah berkunjung dan membaca artikel kami...
Setiap komentar akan dimoderasi terlebih dahulu. Jadi, mohon sampaikan komentar sesuai dengan judul dan konten artikel, santun, tidak mengandung SARA, bukan iklan, dan tanpa SPAM.
Salam sukses selalu untuk anda..!!

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | GreenGeeks Review